REKONSTRUKSI HUKUM MELALUI PENALARAN TA’LILI DALAM PEMBAGIAN WARIS BAGI NON MUSLIM
Oleh LAILATUL WIDYAWATI, S.H.
CALON HAKIM TERPADU ANGKATAN IV GELOMBANG III
PENDAHULUAN
Mawani’ al-irthi adalah penghalang terlaksananya waris-mewarisi. Dengan kata lain halangan kewarisan adalah hilangnya hak ahli waris untuk memperoleh harta warisan dari pewaris karena adanya hal-hal yang melarang menerima harta warisan. Seorang yang berhak mendapat harta warisan tetapi oleh karena padanya ada suatu keadaan tertentu, menyebabkan dia tidak mendapatkan warisan. Penghalang mendapatkan harta warisan sudah disepakati ulama (muttafaq ‘alaih) yaitu: Pembunuhan, perbedaan agama dan budak.
Dalam hubungannya dengan waris mewarisi pada keluarga yang ahli warisnya berbeda agama dengan adanya anggota keluarga yang beragama Islam dan anggota lain dalam keluarga beragama non Islam. Dalam kondisi demikian akan bersentuhan dengan persoalan waris berbeda agama apabila pewaris meninggal dunia. Pada ketentuan hukum Islam telah ditentukan bahwa berlainan agama dapat menjadi penghalang mewarisi.
Hal tersebut berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid:
عن عسامة بن زيد رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه و سلم قال لا يرث المسلم الكافر ولا يرث الكافر المسلم (متفق عليه
diriwayatkan dari usamah bin zaid ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “orang muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi bagi non muslim” (Muttafaq alaih) Ahli waris menurut hukum positif indonesia yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 171 poin c, haruslah beragama Islam. Sehingga non muslim pada aturan tersebut tidak dapat menjadi ahli waris yang dapat mewarisi.
Putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi telah melakukan terobosan hukum yakni menjadikan non muslim mendapatkan bagian dari waris dengan jalan wasiat wajibah. Hal tersebut dapat dilihat pada putusan Nomor: 368 K/Ag/1999, yang kemudian diikuti pada perkara Nomor: 51 K/Ag/1999, Nomor: 721 K/Ag/2015 dan Nomor: 218 K/Ag/2016.
Selengkapnya KLIK DISINI